Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa
Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudannya banyak sekali mengalami pasang
surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya untuk
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan
ideologi lainnya. Upaya ini dapat digagalkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Meskipun demikian, tidak berarti ancaman terhadap Pancasila sebagai dasar
negara sudah berakhir. Tantangan masa kini dan masa depan yang terjadi dalam
perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia internasional, dapat menjadi
ancaman bagi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup.
1.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Secara yuridis pancasila sebagai dasar
filsafat negara tertuang dalam pembukaan UUD alinea IV yang berbunyi “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Indonesia
yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : ke-Tuhanan yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” melihat dari rumusan yang dimaksud “dengan berdasar kepada” adalah dalam
pengertian sebagai dasar filsafat negara Indonesia.
Pancasila disebut sebagai dasar
filsafat negara, philosofische gronslag dari negara mengandung Konsekwensi bahwa dalam
setiap aspek penyelenggara negara harus sesuai dengan Nilai-nilai Pancasila.
Hal ini meliputi segala peruudang-undangan, pemerintah dan aspek kenegaraan
lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara
pada hakikatnya merupakan suatu sumber nilai bangsa dan negara Indonesia. Maka
seluruh aspek dalam penyelenggaraan negara didasarkan dan diliputi nilai-nilai
Pancasila
2.
Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa indonesia adalah kristalisasi
pengalaman-pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang
telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, moral, etika yang
melahirkan pandangan hidup. Pancasila sebagai pandangan hidup sering disebut
dengan way of life, weltanschauung, pandangan dunia, pegangan hidup,
pedoman hidup, dan petunjuk hidup sehari-hari.
Untuk semakin memperkuat pemahaman kamu,
berikut ini dipaparkan uraian materi lebih lengkap berkaitan dengan
perkembangan penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa semenjak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang. Cermatilah dan pertanyakan
hal-hal yang kurang jelas kepada guru, atau teman yang dianggap dapat menjawab
apa yang kamu pertanyakan itu.
a.
Periode 1945-1950
Pada periode ini, kondisi politik dan
keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada
dalam suasana peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Pada
periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai
dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari
munculnya gerakan-gerakan pemberontakan yang tujuannya mengganti Pancasila
dengan ideologi lainnya. Ada dua pemberontakan yang terjadi pada periode ini.
1) Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan
ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet
Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut
akan mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya
dapat digagalkan.
2) Pemberontakan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini
ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo
pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Upaya
penumpasan pemberontakan ini memakan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo
bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah,
tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar
negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948
dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode
ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang
masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah
penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan
politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat
dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer,
dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya
stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan
adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan
system presidensiil tak dapat diwujudkan.
pada periode ini
Pancasila merupakan tahap politis, dimana orientasi pengembangan Pancasila
diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun
luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi
lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai
Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut
menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau
aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan
ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi
dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical
concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan
persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal
Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan
staatfundamental Norma yang tidak dapat diubah secara hukum oleh
siapapun.Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik
dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional
yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
0 komentar:
Posting Komentar